Kuingin Ghadeh melihatku bak sebatag lilin lemah kecil
Yang menyala dalam gelap hingga akhir hayatnya,
Dan dia beroleh manfaat dari cahayanya tuk masa yang singkat.
Ku ingin dia merasakanku bak angin surgawi yang berhembus dari langit...
Yang membisikkan kata-kata cinta,
Dan terbang menuju kata tanpa batas.......
Bait puisi cinta di atas adlah milik Musthafa Chamran, seorang pejuang kemerdekaan dan tentara yang piawai dan masyhur dalam dua front prtempuran: Libanon selatan dan Iran. Kata-kata lembut dan romantis untuk sang kekasih, Ghadeh.Bila seorang pemuda bodoh dan cengeng melontarkan kata-kata seperti itu, mungkin biasa saja tapi, bila terucap dari lisan seorang pejuang tangguh yang dikenal baik oleh kawan ataupun lawan dan yang menghadapi kematian setiap hari, maka itu adalah hal yang luar biasa.
Begitulah Chamran, seseorang yang menghabiskan hari-harinya dalam kancah perjuangan dan medan pertempuran tapi masih mau menyisakan hati untuk kelembutan dan spiritualisasi.Chamran adalah seorang pemuda miskin yang mengabdikan seluruh hartanya demi pendidikan anak-anak di yayasan kecil di Selatan Libanon . Chamran mengikuti masa pertempuran di Libanon Selatan selama masa pendudukan Israel atas negeri itu dan bertemu dengan kekasih hatinya di negeri itu juga.
Chamran juga seorang ilmuwan Iran. Berbeda dengan para ilmuwan umumnya, Doktor Mustafa Chamran lebih memilih keluar dari laboratoriumnya yang nyaman dan terjun ke medan tempur untuk membela tanah airnya. Lahir pada tahun 1932 di Teheran, Doktor Chamran menuntut ilmu dibidang teknik elektro di Universitas Teheran. Ia kemudian mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas Berkeley, Amerika Serikat. Di Universitas Berkeley, prestasinya terus menonjol bahkan sempat diangkat menjadi dosen
Kemudian ia memutuskan pergi ke Libanon untuk bergabung bersama pejuang Libanon, Musa Sadr, dan mendirikan Gerakan Kaum Tertindas yang bertujuan membela bangsa Libanon dan para pengungsi Palestina yang ditindas oleh rezim zionis. Dalam berjuang, Chamran selalu bergerak di bawah bayang kedua tokoh pemimpin pujaannya, Imam Khomeini dan Imam Ali bin Abi Thalib,tokoh-tokoh yang mampu memadukan dua hal yang bagi sebagian orang tampak bertentangan: kelembutan dan kekerasan, kezuhudan dan keksatriaan, tempat ibadah dan medan pertempuran.
Ketika Revolusi Islam Iran mencapai kemenangannya pada 1979, Doktor Chamran kembali ke Iran dan diangkat sebagai Menteri Pertahanan Republik Islam Iran. Ketika Irak menyerang Iran pada 1980, Doktor Chamran bergabung dengan para pejuang Iran untuk melindungi Republik Iran sampai akhirnya gugur di medan tempur.Chamran syahid meninggalkan seorang istri yang sangat setia dan sangat dicintainya. Walaupun Chamran telah tiada tapi perjuangan dan pengaruhnya tetap hidup.
Sebuah universitas didirikan untuk Chamran dan diberi nama Universitas syahid Chamran. Awanya akan dibuatkan juga patung untuknya tapi orang yang paling mengerti Chamran, yaitu istrinya melarang pembuatan itu, entah karena alasan apa. Nama Musthafa juga diabdikan pada jalan-jalan di sekitar Teheran, Iran.Namun, yang paling membekas dalam setiap orang yang pernah mengeal Chamran adalah upayanya menunjukkan jalan yang benar dan menunjukkan cahaya spiritualitas pada setiap orang. Seperti yang ia sebut dalam salah satu syairnya:
Mungkin kutak mampu usir gelap ini
Tapi denagn nyala nan redup,
Kuingin tujuk beda gelap dan terang,
Kebenaran dan kebatilan
Orang yang menatap cahaya, meski temaram...
Kan menyala terang di hatinya yang dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/Mustafa_Chamran
Ja’fariyah, Habibah. Musthafa Chamran. Jakarta: Qorina. 2006
LanJutT...